Ahh… sudah lama saya gak posting cerita motivasi. Memang akhir-akhir ini, sudah beberapa bulan, saya posting sharing
[intlink id=”488″ type=”post” target=”_blank”]motivasi [/intlink]dan inspirasi, yaitu pengalaman pribadi saya sehari-hari. Dengan maksud berbagi, ya berbagi semangat,
[intlink id=”612″ type=”post” target=”_blank”]berbagi visi[/intlink], berbagi inspirasi, asalkan gak berbagi terasi. Repot juga kalo saya berbagi terasi, ntar jadi bau deh blog antonhuang.com ini. Berbagi agar saya bisa melihat anda, suatu hari juga bisa berbagi. Yang pasti, ketika anda sudah bisa berbagi banyak artinya anda sudah punya banyak.
Ah, jadi melantur lagi saya nanti. Ujung-ujungnya nanti keburu basi dah… Saya mau lanjut ke cerita yang berikut. Cerita ini sebetulnya saya adaptasi dari sebuah buku yang pernah saya baca, berjudul : Cacing Tanah dan kotorannya. Cuma saya lupa detail ceritanya. Jadi ya, gak sama persis susunan katanya. Cerita yang bagus, dan memang merupakan kisah nyata dari si pengarang buku. Berikut ceritanya…
Seorang biksu muda di Thailand (Hehe… karena saya lagi senang habis pulang dari Thai, jadi lokasi cerita diambil memang dari sana, ini kisah nyata…), sedang belajar. Karena peraturannya, para biksu muda ini siang itu bekerja membawa batu-batu untuk vihara yang lagi akan dibangun. Seorang biksu muda yang bernama A juga kebagian tugas membawa batu-batu dari Gudang ke tempat lokasi yang akan dibangun vihara. Kepala biksu yang merupakan biksu senior mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh para biksu muda.
Siang hari itu sangatlah panas. Biksu muda A yang berasal dari negara barat, yang belum terbiasa dengan cuaca panas di Thailand, merasakan pekerjaan itu sangatlah memberatkan. Ia menggerutu dalam hati. Ia pun terkadang menggumam dalam bahasa Inggris, agar tidak diketahui oleh para biksu lainnya, bahwa ia lagi menggerutu. Ia menggerutu sambil membawa batu-batu dari gudang ke lokasi pembangunan. Ketika siang tiba, kepala biksu berangkat ke lokasi lain, dan digantikan oleh wakil kepala. Wakil kepala biksu, melihat pekerjaan yang dilakukan oleh para biksu muda ini, lantas berkata : “Duh, batu-batu ini tidak seharusnya diletakkan di lokasi pembangunan. Belum saatnya memindahkan batu-batu ini. Jadi tolong pindahkan lagi ke gudang.”
Begitu ucap wakil kepala biksu.
“Ahh… Kok lain lagi perintahnya,”gumam biksu muda A. Namun, melihat teman-teman lainnya, sesama biksu muda, akhirnya biksu muda A ini pun terpaksa mengangkut kembali batu-batu itu ke gudang. Ia mengangkat batu-batu itu dengan menggerutu dalam bahasa Inggrisnya. Ada beberapa biksu muda lainnya, melihat ke arahnya, dan tersenyum. Biksu-biksu muda lainnya dengan wajah tersenyum, bergerak cepat mengangkat batu-batu itu. Sebaliknya yang terjadi dengan biksu muda A. Ia merasakan pekerjaan itu berat sekali. “Duhhh.. pekerjaan ini memberatkan sekali,”gumamnya berulang-ulang dalam hati. Ia merasa tidak sanggup untuk membawa batu-batu itu.
Ketika sore tiba, Kepala biksu pun pulang, dan kembali melihat hasil kerja para biksu muda.
“Wah, kok batu-batu itu masih banyak di gudang? Kan batu-batu harus banyak dibawa ke lokasi pembangunan? Ayo, bawa batu-batu itu segera ke lokasi, hari sudah mulai sore” ucap Kepala Biksu.
“Ha???? Bagaimana ini? Tadi si Wakil minta batu-batu dibawa kembali ke gudang. Si Kepala Biksu malah minta dibawa lagi ke lokasi?” Tanya si Biksu Muda A.
Namun, para biksu muda lainnya, dengan riang menuruti perkataan Kepala Biksu. Si A makin menggerutu. Ia semakin merasakan berat sekali membawa batu-batu itu. Sedangkan yang terjadi sebaliknya dengan para biksu muda lainnya, mereka makin cepat membawa batu-batu itu. Mereka bergerak cepat tanpa suara gerutuan. Si A makin bergerak lamban, namun gerutuannya makin bertambah.
Nah, apa makna di balik kisah ini?
semua yang dierjakan dengan senang hati, tulus ikhlas serta damai berlimpah akan tersa ringan.